Posts

Cah Anyar

  Cah Anyar Saiful Maulana Ihsan Siswa SMP. Plus Maulana Malik Ibrahim Bojonegoro   Pagi itu, cahaya matahari masuk lembut lewat jendela mushola. Udara dingin sisa subuh masih terasa di ujung sajadah. Guntur duduk bersila di samping Saiful. Dua santri baru yang masih kikuk dengan suasana pondok. “Aku masih belum hafal semua nama tempat di sini,” kata Guntur lirih sambil menatap halaman. Saiful tersenyum, “Santai aja, bro. Semua butuh waktu.” Suara sandal gesek di lantai terdengar. Seorang santri bertubuh tinggi besar melintas, menatap mereka dari ujung mushola. Jayen. Matanya tajam seperti ingin menelanjangi kelemahan orang lain. Ia mendengar percakapan itu, lalu tersenyum miring—senyum yang menandakan sesuatu yang tak baik. “Cah anyar,” gumamnya pelan sambil berlalu. … Bakda dhuhur, ketika semua santri bersiap tidur siang, Guntur berjalan ke dek —tempat menjemur pakaian di belakang asrama. Langkahnya pelan, membawa gayung dan ember kecil. Ia ingin mengambi...

Kangen yang Tak Terjawab

  Kangen yang Tak Terjawab Shofiatut Thoharoh SMP. Plus Maulana Malik Ibrahim Bojonegoro   Aku dan Shofi duduk di teras asrama putri, menikmati angin siang yang sejuk sehabis hujan. Kami baru saja selesai dzuhur berjamaah. Shofi sedang bercerita tentang mimpinya semalam—mimpi lucu tentang Mbak Qia yang memasak nasi goreng raksasa. "Terus aku sama kamu lari-lari dikejar nasi goreng itu, Bunga. Konyol banget kan?" Shofi tertawa renyah. Aku ikut tersenyum. Momen seperti ini yang selalu kurindukan. Momen tenang bersama sahabat terbaik, tanpa beban, tanpa kesedihan. "Shofi memang suka banget nasi goreng Mbak Qia. Sampai dibawa ke mimpi," gurau ku. Shofi hendak menjawab, tapi suara dari arah gerbang membuatnya menoleh. "Shofi! Shofiiii!" terdengar suara perempuan memanggil dari kejauhan. Wajah Shofi langsung berbinar. "Mama! Itu Mama!" Dia melompat dari duduknya, berlari kecil menuju gerbang. Aku melihatnya memeluk seorang wanita ...

Langit Retak di Lantai Empat

  Langit Retak di Lantai Empat Muhammad Sabrar Fadhila Siswa SMP. Plus Maulana Malik Ibrahim Bojonegoro   Pagi itu, Rabu yang cerah di Pondok Pesantren Maulana Malik Ibrahim Bojonegoro. Dari lantai empat asrama putra, terdengar lantunan ayat-ayat suci yang merdu. Para santri sedang melaksanakan shalat dhuha berjamaah. Haikal berdiri di saf paling depan, dengan wajah tenang, bibirnya bergetar lembut melafalkan doa. Ia selalu menjadi yang paling awal ke mushola, paling akhir meninggalkan sajadah. Di sampingnya, Feby—teman sekaligus sahabat seperjuangan—menyusul dengan langkah cepat, seperti biasa, takut tertinggal rakaat pertama. “Cepat, Feb. Imam sudah takbir,” bisik Haikal pelan. Feby tersenyum, mengangguk, lalu berdiri di sebelahnya. Semua berjalan seperti hari-hari biasa. Namun siapa sangka, pagi itu adalah pagi terakhir bagi salah satu dari mereka. … Pukul 08.17, ketika imam baru saja mengangkat tangan untuk rukuk, bumi tiba-tiba berguncang hebat. Lantai ber...